Catatan Semu Yema 2
Sepanjang hari ini aku bak mengabdi kepada Erif, satu-satunya manusia yang paling kusayang di rumah ini.Aku mengurus semua kebutuhannya untuk mendaftarkan diri ke sebuah sekolah. Di tengah pandemi sialan ini, aku harus mendaftarkannya melalui jalur maya, jalur tanpa interaksi tatap muka dan tanpa interaksi langsung dengan orang lain. Beberapa menit setelah semua persyaratan terunggah, aku dihubungi oleh seorang pihak penyelenggara pendaftaran ini dan dikabarkan bahwa orang yang kusayangi membutuhkan surat dari seorang ahli psikologi yang terbaru, bukan karena dia sakit mental atau menunjukkan gejala sakit mental. Surat itu dibutuhkannya hanya untuk memenuhi syarat sebuah jalur masuk. Sebenarnya, aku sudah menduga bahwa hal ini akan terjadi. sejak pagi tadi aku telah ragu apakah surat keterangan dari psikolog yang dibuat tiga tahun lalu masih diizinkan untuk menembus babak-babak pendaftaran sekolah ini. Keraguanku ini pun telah kulontarkan kepada seseorang yang di sini akan kupanggil