Dewasa

Andai saja aku dewasa.
Aku sudah akan rela bukan?
Bagaimana cara kerja orang dewasa?
Tersenyum di panggung dan menangis pilu di belakang layar?
Menjadi badut yang iklannya tak ditempel di tiang?

Andai saja aku dewasa.
Rasa sakit ini mungkin sudah hilang entah sejak kapan.
Sudah tegar walaupun dibuang banyak orang.
Sudah tidak peduli urusan mereka-mereka yang tak ingin berteman.

Andai saja aku dewasa.
Aku tak akan peduli lagi terhadap mereka yang menyakitiku, bukan?
Terus maju tanpa membiarkan setitik gubris pun tertinggal.
Lantas mencapai puncak sambil mengatakan,
"Aku cinta aku."

Andai saja aku dewasa.
Kepada mereka yang membuangku, aku akan tetap tenang, bukan?
Tidak malah meluapkan emosi Kyubi yang belum jinak.
Tidak juga melingkarkan dendam dalam hati.
Kalau ketemu mereka, aku sapa dengan senyum.

Andai aku dewasa,
Apakah perasaanku tetap serumit ini?
Apakah orang dewasa juga manusia?
Mengapa mereka keren sekali?
Adakah sekolah yang mengajarkan kedewasaan selain sekolah kehidupan?
Sekolah kehidupan ini terlalu berat.
Tidak ada teorinya.
Semua harus dicoba dulu, baru akan tahu bagaimana hasilnya.
Tidak adakah ketetapan dalam mendewasakan diri?

Dilema.
Kalau sudah dewasa, apakah menghadapi dunia akan menjadi mudah?
Kalau sudah dewasa, apakah ada dunia yang masih akan berbaik tingkah?
Mengapa semua orang dewasa selalu tampak baik-baik saja?
Apakah demi seperti itu tangisnya di belakang sana sangat deras?
Atau tak ada tangis lagi sebab habis sudah air mata terkuras?

Apakah aku bisa menjadi dewasa?
Rela, aku mau belajar dari cara merelakan dulu.
Bagaimana cara melepas masa lalu?
Bagaimana cara membuang memori yang takkan terulang?
Bagaimana cara ikhlas tanpa sakit hati selain dengah amnesia?

Andai menjadi dewasa.
Andai menjadi.
Andai.
Pintarnya hanya berandai-andai saja.

Jakarta, 28 April 2022
01:25
Tengah mengutuk diri.

Comments

Popular posts from this blog

Rumpang

Racau

Menemukan(?)